Biografi Mochtar Lubis
Mochtar
Lubis lahir pada 7 maret 1922 di Padang, Sumatera Barat. Ia merupakan anak dari
pasangan Raja Pandapotan Lubis dan Siti Madinah Nasution. Dalam buku biografi Mochtar
Lubis yang ditulis oleh David T. Hill, diketahui bahwa Ayah Mochtar Lubis
dikenal sebagai seorang bangsawan suku Mandailing yang digelari Raja
Pandapotan.
Ayahnya juga
merupakan Binnenlands Bestuur (BB) atau pegawai pemerintahan kolonial Belanda
yang ketika pensiun dengan pangkat asisten bupati. Mochtar Lubis diketahui
merupakan anak keenam dari 10 bersaudara.
Mochtar
Lubis memulai pendidikannya dengan bersekolah di sekolah untuk bumiputera atau
Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang berbahasa Belanda setingkat SD yang
berada di sungai penuh. Setelah lulus dia melanjutkan sekolah di sekolah
ekonomi partikelir kayutanam yang didirikan oleh S.M. Latif di Bukittinggi. Di
sekolah ini mengajarkan mengenai ekonomi, bahasa, matematika dan politik. Namun
disini, Mochtar lebih tertarik pada politik. Ia banyak membaca karya-karya dari
Karl Marx dan Adam Smith. Ia juga biasa membaca tulisan-tulisan mengenai
nasionalisme dari Soekarno, Sutan Sjahrir serta Mohammad Hatta.
Pendidikan
formalnya tidak begitu tinggi, dia tidak sampai jenjang HBS (Hoogere
Burgerschool) yang setingkat atau AMS (Algemeene Middelbare School). Walaupun
begitu, Mochtar Lubis pernah menjadi seorang guru HIS di pulau Nias. Disini
murid-muridnya ia ajarkan mengenai nasionalisme misalnya menyanyikan lagu
indonesia raya dibawah kibaran bendera merah putih. Kelakuannya tersebut
membuat pihak sekolah marah bahkan akan dihukum berat oleh pemerintah Belanda
kala itu. Namun karena pihak sekolah mengenal ayahnya, maka Mochtar Lubis hanya
dipecat saja.
Setelah
dipecat, Mochtar Lubis sempat akan dinikahkan namun ia menolak dengan pilihan
orang tuanya. Ia kemudian merantau ke Batavia kini Jakarta dengan menumpang
kapal dari Padang ke Jakarta. Sampai disana, ia menumpang di rumah kakaknya,
Bachtar Lubis. Pertama kali menetap di Jakarta, Bachtiar bekerja sebagai
akuntan di sebuah Apotek. Beberapa bulan kemudian, ia pindah kerja sebagai
seorang juru tulis di bank milik pemerintahan Belanda, N.V. Nederlandsche
Handel Maatschappij (N.H.M.). Di zaman pemerintahan jepang berkuasa di
Indonesia pada tahun 1942, Kantor tempat Bachtiar Lubis ditutup. dia kemudian
bekerja di sebuah tim monitor siaran radio sekutu. Tugasnya adalah mendengar
dan mencatat siaran berita bahasa Inggris untuk orang jepang.
Berita yang
dia dengarkan, ditulis dalam sebuah laporan dan disampaikan ke kantor
pemerintahan bala tentara Dai Nippon.Akhir tahun 1944, Mochtar Lubis menikah
dengan Halimah. Halimah merupakan gadis sunda, yang bekerja di sekretariat
Redaksi harian Asia raja. Istrinya meninggal di usia 77 tahun, tepatnya pada 27
agustus 2001.
Setelah
kemerdekaan RI, Mochtar bergabung dengan berita antara yang dirikan oleh adam
malik dkk. Karena kemampuan bahasa inggrisnya bagus, dia sering menjadi
penghubung antara koresponden asing yang masuk ke jawa. Sebelum penyerahan
kedaulatan RI dari Belanda ke Republik indonesia serikat, pada 27 desember
1949, Mochtar dan Hasjim Mahdan, memulai surat kabar baru dengan nama Harian
Indonesia raya. Disana dia menjabat sebagai pemimpin redaksi. Ketika terjadi
perang korea tahun 1950, dia pergi untuk meliputnya. Sejak saat itu dia
terkenal sebagai salah satu koresponen perang.
Dia ditahan karena membuat cerita yang berjudul Affair.
Cerita tersebut tentang pelecehan seksual yang dialami oleh Nyonya yanti sulaiman.
Beliau adalah ahli purbakala, yang bekerja di bagian kebudayaan kementrian
P&K. Dia mendapat pelecehan seksual dari bosnya. Di majalahnya, dia sering
menulis artikel yang kontroversial. Bahkan dia pernah menulis tentang hubungan
presiden soekarno dengan wanita salatiga yang bernama Hartini.
Musim gugur 1956, Mochtar Lubis dan Rosihan anwar, akan
berangkat ke pertemuan para editor belanda dan editor indonesia di Zurich
Swiss. Namun sebelum berangkat, mereka berdua diinterogasi delapan jam di
markas CPM. Di luar negeri, dia menetap selama 1 bulan untuk menunggu situasi
tanah air yang lebih tenang. Namun sepulang dari luar negeri, mochtar mendapat
sebutan tahanan rumah. Dia tetap menjalankan beritanya, namun semakin sulit.
Sampai akhirnya di dipindahkan ke penjara madiun. Selama dipenjara, ia menulis
buku berjudul Catatan Subversif yang terbit pada tahun 1981.
Selain sebagai wartawan, mochtar juga dikenal sebagai
sastrawan. Ada banyak buku yang sudah ia terbitkan. Dalam buku yang berjudul
Mochtar Lubis Wartawan Jihad yang ditulis oleh Atmakusumah, disebutkan bahwa
ada sekitar 53 judul buku yang ditulis ataupun diceritakan kembali oleh Mochtar
Lubis. Adapun
karya-karya Mochtar Lubis seperti Tanah Gersang, Harimau Harimau, Senja di
Jakarta, Berkelana Dalam Rimba, Jalan Tak Ada Ujung dan masih banyak lainnya.
Komentar
Posting Komentar